Reporter: Ahmad Zilky
Kilasindo.com – Tawuran pelajar menjadi salah satu masalah yang dilupakan untuk dicarikan solusi hingga kini. Masyarakat seringkali beranggapan para pelaku tawuran adalah satu-satunya pihak yang harus disalahkan.
Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ada empat faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tawuran pelajar, seperti dalam diri sendiri, keluarga, sekolah, dan lingkungan.
Permasalahan ini mesti dilihat secara lebih mendalam bukan saja dengan cara bagaimana menghukum pelaku tawuran agar mendapat efek jera, tetapi bagaimana lembaga pendikan, aparat keamanan, keluarga dan pelaku/pelajar bersinergi menyudahi tawuran pelajar.
Langkah ini harus dilakukan dengan cepat karena, menurut data yang dirilis di situs resmi KPAI www.kpai.go.id mencatat dalam dua tahun terakhir sebanyak 202 anak terlibat hukum akibat tawuran pelajar.
Data yang dibuat KPAI tersebut cukup meresahkan, karena permasalahan ini memiliki banyak dampak negatif. Apalagi, pelakunya adalah para generasi penerus bangsa. Sebagai bukti bahwa permasalahan ini semakin meresahkan dari pengakuan siswa SMP ini perihal keikutsertaannya dalam tawuran pelajar.
“Sering, udah empat kali (ikut tawuran), terakhir hari Jumat kemarin,” kata Dafi, mantan siswa SMP 226 yang kini bersekolah di Yayasan Pelita Harapan.
Baca juga: Perjuangan Penderita Thalasemia yang Pantang Menyerah
Kisah Tawuran Pelajar
Dia mengatakan, tawuran yang terjadi pada hari Jumat, 21 Desember 2018 lalu itu, lantaran kekesalan siswa SMP sekolahnya karena siswa dari SMP 86 menyatroni sekolahnya dan akhirnya berujung bentrok antarpelajar di daerah Lebak Bulus, Jakarta.
“Awalnya vatel ngandangin (mendatangi) sekolahan gue. Gue emosi kan, terus gue ajakin tawuran , terus dia malah gabungan sama Yapenka, terus gue dibantai (kalah), untung nggak ada korban pada waktu itu,” kisah siswa tiga SMP ini.
Lelaki berkumis ini juga pernah mengalami kejadian tidak menyenangkan ketika mengikuti tawuran pelajar ketika dua orang temannya terkena sabetan celurit.
Dia menceritakan, ketika itu dia dan teman-temannya sedang berkeliling untuk mencari musuh. Lalu, ketika di daerah Antasari bertemu dengan siswa dari SMP 250, dan terjadilah bentrokan yang memakan dua korban akibat sabetan celurit.
Dafi mengatakan, tawuran itu dilaksanakan agar sekolahnya mendapatkan ketenaran. “Katanya biar nama sekolah gue tenar, biar jadi jawara selatan gitu, jendral selatan,” ujarnya.
Pada 2017 silam, ada akun media sosial yang sering mengunggah berita tawuran dan tak jarang juga mendaftar sekolah mana saja yang pantas mendapat predikat jawara di daerahnya.
Tetapi, dengan segala pengalaman tawuran yang pernah dialaminya, lelaki berjaket hitam ini juga tidak memungkiri jika tawuran memiliki dampak negatif, yaitu dapat menyusahkan orangtua. Dia juga memiliki harapan agar diusahakan jangan lagi ada tawuran.
“Usahain jangan ikut-ikut tawuran deh. Gue ngeri yang udah-udah. Ngeliat teman gue yang kemaren (dari SMA) Al Hidayah tuh meninggal dari belakang sampe dada kena jantung (sampai) nembus,” jelasnya.
Baca juga: Jusuf Kalla Perintahkan Seluruh Masjid Bakar Tabloid Indonesia Barokah
Guru Kesiswaan
Tawuran pelajar terjadi karena adanya keinginan mentenarkan sekolahnya, saling ejek, dan tradisi yang mandarah daging di sekolah itu. Namun, fakta berbeda diungkapkan oleh seorang guru kesiswaan yang biasa menangani permasalahan kenakalan di kalangan siswa SMP.
Retno Mintarsih yang tidak ingin diketahui dimana tempat dia mengajar, mengatakan, motif terjadinya tawuran pelajar sangat beragam, kegiatan nongkrong setelah pulang sekolah justru menimbulkan ide untuk tawuran dan alumni ikut berperan mengajak untuk melakukan bentrok pelajar.
Apalagi, lanjut dia, ada momen-momen tertentu yang mengharuskan tawuran itu terjadi, seperti setelah masa ujian dan merayakan ulangtahun sekolah.
“Itu tadi motifnya, macem-macem. Kadang–kadang ada yang sendiri–sendiri karena memang mungkin pulang sekolah mereka nggak langsung pulang kan. Biasanya nongkrong–nongkrong . Nah, nongkrong–nongkrong gini timbullah ide. Ide ada yang dari situ, ada juga dia ngajak–ngajak adik kelasnya atau bisa jadi ketika nongkrong–nongkrong ini ketemu dengan alumni gitu. Ya alumninya itu juga mereka tau nih momen–momennya itu, jadi ada yang dari luar faktor pencetusnya,” paparnya.
Baca juga: Presiden Jokowi Salat Jumat di Masjid Agung Al-Barkah Kota Bekasi
Orangtua Murid
Salah satu orangtua murid, Widodo mengatakan, tawuran pelajar adalah ajang eksistensi bagi sekolah pemenang bentrokan.
“Ya bisa makanya. Itukan mereka ingin sekolahnya top. ‘Wah sekolah saya jagoan’ kan gitu untuk sekolah yang menang,” imbuhnya.
Menurutnya, tawuran pelajar memiliki dampak negatif, seperti dapat menimbulkan korban jiwa, merugikan pelaku tawuran, merugikan orangtua, dan pedagang di sekitar.
Untuk menimalisir terjadinya tawuran pelajar lelaki bertubuh gempal ini berujar.
“Ya banyakin kegiatan-kegiatan kurikulum yang belum ada disekolahnya. Ya kayak dilebihkannya jam untuk berolahraga, jam untuk beribadahnya, kerohaniaan itu sangat diperlukan. Jadi jangan dibiarkan murid liar. Pulang sekolah ya pergi sendiri kumpul-kumpul. Paling tidak tuh ada keamanan keliling dari pihak sekolahan. Kalo yang kumpul-kumpul suruh bubar pulang,” tutur lelaki bertubuh gempal.
Dia punya harapan agar para pelajar dapat meninggalkan kegiatan negatif ini.
“Ya kami minta kepada anak-anak pelajar hargailah orangtuanya. Yang mana dalam hal ini mencari untuk biaya Anda-anda ini ya nggak kenal waktu. Apalagi para pedagang untuk biaya sekolahnya dari pagi hingga larut malam, kalo cuman untuk berantem, ya kasian dong orangtuanya. Saya sarankan kepada rekan-rekan anak sekolah, terutama anak SMA ini, ya carilah kegiatan positif supaya bisa maju,” pungkasnya.