Jakarta, Kilasindo – Tahun ini, angka defisit BPJS diproyeksi mencapai Rp 32 triliun. Hal ini mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan penyesuaian tarif iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 1 Januari 2020 mendatang.
Kebijakan penyesuaian tarif sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 87/2013 jo 84/2015 bahwa untuk menjaga Dana Jaminan Sosial tidak defisit, tindakan khusus yang dapat dilakukan pemerintah yaitu penyesuaian iuran, suntikan APBN serta pengurangan manfaat. Pemerintah memutuskan mengambil opsi penyesuaian iuran demi menjaga keberlangsungan JKN tetap berjalan dan kesinambungan peserta tetap terjamin.
“Yang sudah dilakukan oleh pemerintah adalah suntikan APBN. Pengurangan manfaat tentu pilihan yang sulit, dari ketiga opsi diambilah opsi penyesuaian. Ini sudah dihitung secara aktuaria, dan sudah disiapkan regulasinya. Berbagai hal juga sudah dilakukan seperti review kelas rumah sakit, penataan kelas rujukan, pencegahan sistem kecuragan. Itu yang sudah dilakukan untuk menjaga kesinambungan program JKN,” jelas Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan Kemenkes RI, Kalsum Komaryani.
Upaya menjaga kesinambungan JKN, juga didukung dengan digodognya Instruksi Presiden yang dikoordinir oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
“Saat ini sedang digodog Instruksi Presiden, nantinya ada 26 kementerian lembaga dan Gubernur yang akan mendapatkan instruksi tersebut. Tujuannya untuk mengoptimalkan lagi jumlah cakupan dan kesinambungan iuran JKN,” kata Kalsum.
Untuk diketahui, program JKN merupakan amanat Undang-Undang nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang bertujuan memberikan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tanpa ada hambatan finansial. Program bersifat wajib bagi seluruh rakyat Indonesia, hingga kini penerima manfaat JKN mencapai 84%.
Masyarakat Tidak Perlu Khawatir
Kalsum menambahkan bahwa JKN telah memberikan manfaat yang luar biasa bagi masyarakat. Setiap tahun jumlah kunjungan terhadap fasilitas kesehatan terus naik, tahun 2018 total ada 233,9 juta kunjungan. Hal ini menunjukkan bahwa akses masyarakat terhadap layanan kesehatan semakin membaik. Tidak berperilaku hidup sehat menjadi salah satu penyebab meningkatkan angka kesakitan pada penyakit tidak menular (PTM), karenanya Kementerian Kesehatan terus melakukan upaya pencegahan.
“Kita harus berpikir bagaimana caranya masyarakat tidak sakit, karenanya Kementerian Kesehatan terus menggerakan upaya promotif preventif dengan GERMAS, lalu ada program sehat melalui pendekatan keluarga,” terang Kalsum.
Meski mengalami penyesuaian tarif iuran, masyarakat miskin dan tidak mampu diimbau untuk tidak khawatir dengan rencana penyesuaian iuran, karena akan tetap dibiayai oleh pemerintah.
“Saat ini besaran pengeluaran JKN tidak seimbang dengan iuran. Penyesuaian iuran akan dilakukan secara menyeluruh baik PBI maupun non PBI. Namun masyarakat miskin dan tidak mampu, tidak perlu khawatir karena pemerintah pusat dan daerah akan menanggung iuran tersebut,” jelas dr. Kalsum.
Pemerintah pusat dan daerah telah menjamin iuran peserta JKN sebanyak 131 juta jiwa, 96 juta iurannya dibiayai oleh Pemerintah Pusat melalui APBN dan sisanya 37,3 juta jiwa dibiayai oleh Pemerintah Daerah melalui APBD. Bahkan 40% masyarakat income terendah sudah dibiayai oleh pemerintah. Kalsum menegaskan bahwa saat ini sedang diupayakan ketepatan peserta PBI dengan cara cleansing data, tujuannya agar tepat sasaran sehingga cakupan layanan kesehatan JKN sesuai peruntukannya. (*)