Jakarta, Kilasindo – Jika selama ini banyak orang mengira diabetes hanya terjadi pada kelompok usia dewasa. Ternyata, siapapun dapat mengalami kadar gula tinggi, bahkan pada anak-anak.
Hal itu disampaikan oleh Jose Rizal Latief Batubara dari Divisi Endokrinologi Anak FKUI-RSCM dalam acara temu blogger peringatan Hari Diabetes Sedunia tahun 2019 yang digelar oleh Kementerian Kesehatan pada Jumat (15/11/2019).
“Selama ini kita berpikir kalau diabetes terjadi pada orang tua, ibu-ibu, bapak-bapak, tapi ternyata pada anak banyak sekali. Yang terdaftar secara resmi kepada kami sekitar 2.000-an kasus,” kata Jose.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Cut Putri Arianie yang turut hadir sebagai narasumber bahwa perubahan tren penyakit menyebabkan Penyakit Tidak Menular, yang salah satunya diabetes, kini terjadi di usia produktif.
“Tren penyakit tidak menular meningkat di usia 10-14 tahun. Kalau dulu penyakit orang tua, sekarang bukan lagi. Yang terkena sekarang bukan hanya orang tua, tapi usia produktif,” kata Cut.
Menurut Jose, kejadian diabetes melitus pada anak jumlahnya terus meningkat, tidak hanya di dunia namun juga di Indonesia. Di dunia, hampir 70 ribu kasus setiap harinya, sedangkan di Indonesia hampir setiap hari dan setiap bulan ada kasus baru.
Jose menambahkan, ada 2 jenis diabetes pada anak, yaitu diabetes tipe-1 dan tipe-2. Diabetes Melitus tipe-1 terjadi karena kerusakan sel beta pankreas sehingga tidak bisa memproduksi insulin. Insulin penting untuk merubah gula menjadi energi. Karena insulin tidak bisa diproduksi, gula darah tidak bisa diubah sehingga gula darah tetap tinggi. Penyakit ini merupakan penyakit bawaan yang tidak bisa dicegah, namun bisa dikendalikan.
Untuk Diabetes Melitus tipe-2 paling sering ditemukan pada orang dewasa serta pada orang yang memiliki berat badan berlebih (obesitas). Pada tipe ini insulinnya ada, namun kerja pankreas tidak optimal.
Anak penderita diabetes memiliki gejala klinis seperti berat badan turun drastis, gata-gatal, sering buang air kecil bahkan sampai mengompol, sering haus bawaannya ingin minum terus, kesemutan, dan lain-lain.
Apabila ada gejala-gejala tersebut, Jose menyarankan agar segera memeriksakan diri ke dokter agar segera mendapatkan penanganan. Pasalnya, karena sering dianggap tidak ada diabetes pada anak, orang tua sering tidak sadar. Padahal, penanganan diabetes harus dilakukan sesegera mungkin supaya bisa ditangani dengan cepat.
“Kalau punya keluarga yang punya gejala diabetes seperti gampang haus, lapar, lemes, tidak ada tenaga harus dicek. Kalo tidak ditangani dengan benar dan cepat di ICU bisa meninggal dia,” terangnya.
Karenanya, bagi penderita diabetes harus dilakukan upaya-upaya pengendalian supaya tidak terjadi komplikasi yang lebih parah. Jose menyebutkan bahwa ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk anak penderita diabetes diantaranya melakukan suntik insulin seumur hidup untuk mengontrol kadar gula darah, menjaga nutrisi seimbang, lakukan upaya preventif dengan memberikan edukasi, serta harus rutin olahraga. Upaya-upaya tersebut bertujuan untuk mengontrol metabolik.
“Untuk kebutuhan kalori lakukan dengan diet seimbang, 50-55% karbohidrat, protein 15-20%, lalu 30% lemak, harus sesuai dengan kebutuhan tubuh jangan dikurangi, karbohidrat harus dihitung untuk pemberian insulin. Pada anak diabetes sangat dianjurkan olahraga, karena dengan dia olahraga maka sensitivitas pada insulin juga semakin meningkat, jadi harus bergerak,” tutupnya. (*)