Beranda KESEHATAN Sayangi Jantung Anda dengan Gaya Hidup Sehat

Sayangi Jantung Anda dengan Gaya Hidup Sehat

Dokter Spesialis Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Rumah Sakit Royal Taruma, dr. David Dwi Ariwiboyo, SpJP, sedang memeriksa pasien. (Foto: Nurhadi Widayat)

Jakarta, Kilasindo – Penyakit jantung masih menjadi ancaman di dunia. Di Indonesia, penyakit jantung  masih menjadi penyebab kematian tertinggi. Padahal, penyakit ini dapat dicegah sejak dini dengan menerapkan gaya hidup sehat.

Penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman dunia (global threat) dan merupakan penyakit yang berperan utama sebagai penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Setidaknya, ada sekitar 2.784.064 individu di Indonesia yang menderita penyakit jantung.

Pada tahun 2020, di Indonesia dilaporkan penyakit jantung koroner (PJK) – yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi – merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%. Angka ini empat kali lebih tinggi dibanding angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu di antara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK.

dr. David Dwi Ariwiboyo, SpJP. (Foto: Nurhadi Widayat)

Dokter Spesialis Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Rumah Sakit Royal Taruma, dr. David Dwi Ariwiboyo, SpJP mengatakan penyakit jantung banyak macamnya. Namun, yang paling banyak dikenal orang adalah penyakit jantung koroner (PJK), yaitu penyakit yang mengenai pembuluh darah koroner di jantung.

David menjelaskan, secara umum PJK adalah seseorang yang mengalami penyempitan atau sumbatan pada pembuluh darah koroner yang mengakibatkan serangan jantung. “Serangan jantung ini sering menjadi penyebab utama seseorang meninggal secara mendadak,” katanya.

Menurut dia, seseorang berisiko terkena PJK disebabkan dua faktor, yakni faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti riwayat keluarga, usia, jenis kelamin, dan ras.

Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi, di antaranya hipertensi, kebiasaan merokok, kencing manis, obesitas (kegemukan), kurang olahraga, konsumsi alkohol, dan kadar kolesterol tinggi. Kelompok berisiko inilah yang berkaitan dengan gaya hidup.

“Dengan memodifikasi faktor risiko pada kelompok ini, penyakit jantung koroner atau serangan jantung dapat dicegah menyerang seseorang pada usia produktif,” terang dr. David Dwi Ariwiboyo, SpJP.

Mencegah Serangan Jantung

Menurut David, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah PJK. Di antaranya, mengenali faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Caranya, melakukan pemeriksaan kesehatan (medical chek up) secara rutin. Pemeriksaan pertama sebaiknya dilakukan pada usia 25 tahun. Jika pada pemeriksaan pertama sudah ditemukan adanya faktor genetik (keturunan), misalnya, orangtuanya pernah mengalami serangan jantung, maka pemeriksaan kesehatannya harus dilakukan secara ketat.

Namun, apabila hasil pemeriksaan pertama menunjukkan semuanya dalam kondisi normal, maka pemeriksaan selanjutnya dilakukan lima tahun kemudian atau pada usia 30 tahun. “Jika sudah di atas usia 35 tahun, dianjurkan melakuan medical chek up setiap tahun untuk memastikan apakah ada faktor risiko terkena serangan jantung,” ungkapnya.

Menurut David, gaya hidup tidak sehat sering menjadi pemicu risiko PJK. Dia mencontohkan kebiasaan merokok, kolesterol, berat badan berlebih (obesitas), jarang berolahraga, dan diet yang tidak sehat.

Untuk mencegah serangan jantung dapat dilakukan dengan memotivasi seseorang untuk mengubah gaya hidupnya. Misalnya, orang yang obesitas sebaiknya mengikuti program penurunan badan, rutin berolahraga, berhenti merokok, melakukan diet yang sehat, dan mengurangi mengonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tinggi.

“Kemajuan teknologi saat ini juga membuat banyak orang malas bergerak. Misalnya, mau membeli makanan saja dilakukan dengan memesan lewat aplikas seperti gofood, di gedung bertingkat naik pakai lif, berpergian dalam jarak dekat juga selalu pakai kendaraan. Orang jadi malas bergerak, sehingga rentan terserang penyakit jantung koroner,” pungkasnya. (SIR)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here