SEMASA kecil, Elisabeth memang bercita-cita jadi dokter. Orangtuanya pun mengarahkan perempuan kelahiran 7 April 1974 ini untuk menekuni dunia medis. Kecintaan itu berlanjut ketika menginjak masa remaja. Elis, panggilan akrabnya, melihat dunia kedokteran sebagai pekerjaan mulia. “Ada kepuasan hati ketika melihat seorang dokter merawat pasiennya dengan penuh kasih sayang,” ujarnya.
Sejak itu, Elis kian kepincut dengan dunia kedokteran. Karenanya, lulus dari bangku SMA, ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada tahun 1998, Elis berhasil meraih gelar dokter dan langsung berkarier di klinik swasta. Elis juga sempat mengabdi sebagai dokter PTT (pegawai tidak tetap) dan ditempatkan di Tarakan, Kalimantan Timur.
Rampung menyelesaikan tugas dokter PTT, pada tahun 2003, Elis kembali melanjutkan pendidikan di UI. Dalam waktu empat tahun, ia meraih gelar dokter spesialis anak. “Saya tertarik menekuni dunia kedokteran anak karena bidang itu sangat kompleks yang mempengaruhi tumbuh kembang anak di usia dewasa. Selain itu, saya juga memang sangat senang dengan anak kecil,” tuturnya.
Sejak tahun 2008, Elis bergabung di Rumah Sakit Royal Taruma. Ketika itu, isteri dari Dr. Sahat Matondang Sp.Rad (K) juga berpraktek di beberapa klinik swasta. Namun sejak memiliki putri, Elis terpaksa mengurangi jadwal prakteknya meski kerap menuai protes dari pasien. “Saya juga harus menyediakan waktu untuk mengurus anak di rumah,” tutur ibu dari Aiko Zaneta Matondang (4).
Mendidik Anak
Sebagai seorang dokter, pasangan Sahat – Elis tentu memiliki setumpuk kesibukan. Meski demikian, pasangan ini tetap meluangkan waktu untuk mengurus sang buah hati. Ia tak mau memberikan kepercayaan penuh kepada pembantu rumah tangga untuk mengasuh anaknya. “Tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi bagaimana orangtua mengasuhnya di masa kecil,” ujarnya.
Demi mengoptimalkan perkembangan sang buah hati, setiap pagi, Elis menyiapkan segala kebutuhan Aiko yang kini sekolah di taman kanak-kanak. Ia juga mengantar putri semata wayangnya sampai gerbang sekolah. Malam hari sebelum tidur, Elis mendampingi anaknya bermain atau sekadar membantu tugas-tugas sekolahnya. Rutinitas itu ia lakukan lazimnya seorang ibu rumah tangga.
Dalam mendidik anak, Elis menetapkan jadwal ketat. Pulang sekolah, anak boleh bermain sejam, setelah itu istirahat. Sore atau malam kembali bermain. Jika sang anak melanggar jadwal tersebut, Elis biasanya langsung menegur sekedar mengingatkan. Teguran itu sebagai salah satu bentuk mendidik. “Anak-anak perlu diberikan jadwal untuk melatih kedisiplinan sejak kecil,” ujarnya.
Meski jadwal praktek sebagai dokter anak di hari Sabtu atau akhir pekan terbilang padat, apalagi suaminya, juga berprofesi sebagai dosen di Universitas Indonesia selain sebagai dokter, Elis tetap menyiapkan waktu untuk berkumpul bersama keluarga. “Kalau hari Minggu waktu saya full bersama anak,” tutur Elis yang menjadwalkan liburan untuk refresh bersama keluarga setiap tahun. (Nurhadi)