Bekasi, Kilasbekasi.id – Meleburnya budaya dan ajaran Agama Islam membuat Indonesia memiliki tradisi unik dalam setiap perayaan keagamaan.
Tradisi unik saat menyambut bulan suci Ramadan merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia.
Setiap daerah memiliki tradisinya sendiri-sendiri.
Berikut ini, 10 tradisi unik dalam menyambut bulan Ramadan yang ada di berbagai daerah di indonesia:
1. Munggahan (Sunda, Jawa Barat)
Munggahan adalah tradisional masyarakat Islam suku Sunda Jawa Barat untuk menyambut datangnya bulan Ramadan yang dilakukan pada akhir bulan Sya’ban.
Bentuk pelaksanaannya berbeda-beda. Umumnya berkumpul besama keluarga dan kerabat, makan bersama, saling bermaafan, dan berdoa bersama.
2. Nyorog (Betawi, Jakarta)
Nyorog adalah tradisi masyarakat Betawi yang dilakukan dalam rangka menyambut bulan Ramadan. Selain itu, tradisi ini juga dilakukan saat ada pernikahan adat Betawi.
Menjelang Ramadan, Nyorog dilakukan dengan membagikan berbagai bingkisan seperti sembako, ikan bandeng, dan daging kerbau kepada sanak keluarga.
3. Megengan (Surabaya, Jawa Timur)
Kata megengan diambil dari bahasa Jawa yang berarti menahan. Acara ini digelar untuk mengingatkan masyarakat akan datangnya bulan suci Ramadan.
Seluruh umat Islam diwajibkan untuk melaksanakan ibadah puasa. Dalam menjalankannya, umat Islam diminta untuk menahan segala bentuk perbuatan yang dapat menggugurkan ibadah puasa.
4. Dugderan (Semarang, Jawa Tengah)
Dugderan adalah tradisi perayaan menyambut bulan suci Ramadan yang dilakukan oleh umat Islam di daerah Semarang, Jawa Tengah.
Tradisi ini juga menjadi pesta rakyat tahunan bagi masyarakat Semarang. Digelarnya tradisi dugderan awalnya sebagai upaya pemerintah untuk menyamakan awal puasa dan hari raya.
5. Meugang (Nangroe Aceh Darussalam)
Makmeugang atau disebut juga dengan meugang bukan lagi hal yang asing dikalangan masyarakat Aceh.
Makmeugang merupakan tradisi memasak daging dan menikmati bersama kelurga.Banyak ragam masakan yang diolah menggunakan bahan daging pada suasana meugang.
Makmeugang diawali dengan pemotongan sapi, kerbau atau kambing, sebagian masyarakat juga ada yang membeli daging untuk mengolah dalam memenuhi tradisi makmeugang ini.
6. Malamang (Sumatera Barat)
Malamang adalah tradisi nenek moyang masyarakat Sumatera Barat yang dilakukan oleh kaum ibu-ibu. Malamang dipastikan tidak ada hubungan dengan adat Minangkabau. Ini murni berkaitan dengan ajaran Syekh Burhanuddin.
7. Pacu Jalur (Kuantan Singingi, Riau)
Tradisi Pacu jalur adalah tradisi yang sudah turun temurun bagi masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi Riau. Tradisi ini disaksikan mayoritas masyarakat KabupatenKuantan Singingi.
Perahu ini dipacukan di kampung sepanjang Rantau Kuantan. Tradisi ini diselenggarakan untuk merayakan hari-hari besar Islam seperti sebelum menjelang Ramadhan, Maulid Nabi, Idul Fitri, dan 1 Muharram.
8. Padusan (Boyolali, Klaten, Salatiga, dan Yogyakarta)
Padusan berasal dari bahasa Jawa adus yang berarti mandi. Makna padusan bagi masyarakat adalah menyucikan diri dan membersihkan jiwa raga dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadan.
Tradisi turun temurun ini dilakukan dengan cara berendam atau mandi di sumur-sumur atau sumber mata air lainnya. Biasanya, padusan dilakukan sehari sebelum menjalani ibadah puasa Ramadan.
9. Dandangan (Kudus, Jawa Tengah)
Dhandhangan atau banyak ditulis dandangan merupakan festival yang diadakan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah untuk menandai dimulainya ibadah puasa di bulan Ramadan.
Masjid Kudus biasanya menjadi pusat dari keramaian acara dandangan ini. Nama dandangan ini diambil dari suara beduk Masjid Kudus saat ditabuh untuk menandai awal bulan puasa.
Awalnya, dandangan adalah tradisi berkumpulnya para santri di depan Masjid Menara Kudus setiap menjelang Ramadan untuk menunggu pengumuman dari Sunan Kudus tentang penentuan awal puasa.
Kesempatan ini juga dimanfaatkan para pedagang untuk berjualan di sekitar masjid sehingga akhirnya kini dikenal masyarakat sebagai pasar malam yang ada setiap menjelang Ramadan.
10. Sadranan (Boyolali, Jawa Tengah)
Nyadran atau Sadranan adalah tradisi masyarakat Jawa yang dilakukan di bulan Sya’ban atau Ruwah untuk mengucapkan rasa syukur dengan mengunjungi makam leluhur yang ada di suatu kelurahan atau desa.
Pelaksanaan tradisi Nyadran ditujukan untuk mendoakan leluhur yang sudah meninggalkan dunia dan untuk mengingatkan diri bahwa semua manusia pada akhirnya akan mengalami kematian.
Nyadran juga dijadikan sebagai sarana guna melestarikan budaya gotong royong sekaligus upaya untuk menjaga keharmonisan masyarakat melalui kegiatan kembul bujono (makan bersama).