Jakarta, Kilasbekasi.id – Undang-Undang Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) telah disahkan melalui rapat paripurna DPR RI pada akhir Maret lalu. Dengan begitu, Jakarta bukan lagi menyandang sebagai ibu kota RI.
Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Suhajar Diantoro menekankan UU DKJ ini bukan sekadar perubahan nama, melainkan tonggak penting dalam evolusi fungsi dan peran sekaligus misi Jakarta sebagai kota global dan pusat perdagangan dunia.
“UU DKJ ini memberikan kewenangan khusus kepada Jakarta untuk fokus mengembangkan visinya sebagai pusat perdagangan dan kota global,” katanya dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema ‘UU DKJ: Masa Depan Jakarta Pasca Ibu Kota’ pada Senin (22/4/2024).
Meski UU DKJ telah disahkan, Jakarta masih berstatus ibu kota negara hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Keppres perpindahan IKN ke Nusantara.
Adapun pengaturan soal itu termuat dalam Pasal 39 Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Dalam UU DKJ, ketentuan itu termaktub pada Pasal 63.
Pasal 63 UU DKJ berbunyi: “Pada saat Undang-Undang ini diundangkan, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tetap berkedudukan sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai dengan penetapan Keputusan Presiden mengenai pemindahan Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Gubernur dan Wakil Gubernur Dipilih Rakyat
Dengan disahkannya UU DKJ, Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta ke depan tetap akan dipilih langsung oleh masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Ayat (1) UU DKJ.
Pasal tersebut berbunyi: “Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta dipimpin oleh satu orang Gubernur dibantu oleh satu orang Wakil Gubernur yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah”.
Dalam pelaksanaan pemilihannya, kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur akan ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur apabila memperoleh suara lebih dari 50 persen. Apabila tak memperoleh suara lebih dari 50 persen, maka pemilihan langsung Gubernur dan Wakil Gubernur akan dilanjutkan ke putaran kedua.
Hal ini diatur dalam Pasal 10 Ayat (3) UU DKJ yang berbunyi: “Dalam hal tidak ada pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diadakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur putaran kedua yang diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama”.
Adapun masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta selama lima tahun, terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.