Beranda Wisata Kisah Unik ‘Seribu Pintu’ di Kota Semarang yang Wajib Dikunjungi

Kisah Unik ‘Seribu Pintu’ di Kota Semarang yang Wajib Dikunjungi

Kisah Seribu Pintu

Reporter: Nurhadi

Kilasindo.com – Lawang Sewu bangunan kuno peninggalan zaman Belanda yang dibangun pada 1904. Gedung ini awalnya untuk kantor pusat perusahaan kereta api (trem) penjajah Belanda atau Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij (NIS). Gedung tiga lantai bergaya art deco (1850-1940) ini karya arsitek Belanda ternama, Prof Jacob F Klinkhamer dan BJ Queendag. Berikut ini kisah unik Seribu Pintu di Kota Semarang.

Lawang Sewu terletak di sisi timur Tugu Muda Semarang, atau di sudut Jalan Pandanaran dan Jalan Pemuda. Disebut Lawang Sewu (Seribu Pintu), ini dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu.

Bangunan utama Lawang Sewu berupa tiga lantai bangunan yang memiliki dua sayap membentang ke bagian kanan dan kiri bagian. Jika pengunjung memasukkan bangunan utama, mereka akan menemukan tangga besar ke lantai dua.

Kisah Seribu Pintu

Baca juga: Menyelam Keindahan Bawah Laut di Taman Nasional Wakatobi

Di antara tangga ada kaca besar menunjukkan gambar dua wanita muda Belanda yang terbuat dari gelas. Semua struktur bangunan, pintu dan jendela mengadaptasi gaya arsitektur Belanda.

Sebutan “Sewu” (Jawa: Seribu), merupakan penggambaran sedemikian banyaknya jumlah pintunya. Menurut guide lawang sewu, jumlah lubang pintunya terhitung sebanyak 429 buah, dengan daun pintu lebih dari 1.200 (sebagian pintu dengan 2 daun pintu, dan sebagian dengan menggunakan 4 daun pintu, yang terdiri dari 2 daun pintu jenis ayun (dengan engsel), ditambah 2 daun pintu lagi jenis sliding door/pintu geser).

Kisah Seribu Pintu

Setelah di bugar Lawang Semu, semakin rapih nan indah ditata dan dikeloala denga bersih, terdapat museum, foto sejarah perkeretaapian Indonesia, sejarah perjuangan Kota semarang. Di tengah lokasi ada pohon besar yang rindang membuat susana tambah betah.

Selain itu, pada kisah Seribu Pintu ini, terdapat pula sarana fasilitas umum, seperti mushola, resto, toilet, serta pemandu wisata yang akan menceritakan sejarah Lawang Sewu.

“Lawang Sewu sekarang semakin ramai dikunjungi karena keindahan dan kemegahanya. Biasanya hari libur sekolah sangat padat, saya bisa sampai kewalahaan untuk menerima order pemandu,” kata Harianto, pemandu (37 tahun) kepada Kilasindo.com.

Baca juga: Raja Ampat, Keindahan Obyek Wisata yang Mendunia

Sejarah gedung ini tak lepas dari sejarah perkeretaapian di Indonesia, karena dibangun sebagai Het Hoofdkantoor Van de Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatscappij (NIS), yaitu kantor pusat NIS, perusahaan kereta api swasta di masa pemerintahan Hindia Belanda yang pertama kali membangun jalur kereta api di Indonesia menghubungkan Semarang dengan “Vorstenlanden” (Surakarta dan Yogyakarta) dengan jalur pertamanya, Jalur Semarang Tanggung 1867.

Awalnya, administrasi NIS diselenggarakan di Stasiun Semarang NIS. Pertumbuhan jaringan yang pesat diikuti bertambahnya kebutuhan ruang kerja sehingga diputuskan membangun kantor administrasi di lokasi baru.

Pilihan jatuh pada lahan di pinggir kota dekat kediaman Residen Hindia Belanda, di ujung selatan Bodjongweg Semarang. Direksi NOS menyerahkan perencanaan gedung ini kepada Prof Jacob F Klinkhamer dan B.J Ouendag, arsitek dari Amsterdam Belanda.

Pada tahun 1873 rel kereta api pertama di Hindia Belanda selesai dibangun. Jalan itu dibangun oleh Nederlandsch Indische Spoorweg maatschappij (NIS), suatu perusahaan swasta yang mendapat konsesi dari pemerintah kolonial untuk menghubungkan daerah pertanian yang subur di Jawa Tengah dengan kota pelabuhan Semarang (Durrant, 1972). Stasiun di Semarang yang berada di Tambaksari tidak jauh dari pelabuhan.

Baca juga: Pesona dan Keunikan Wisata Danau Toba yang Melegenda

Pada peralihan abad ke-20 NIS membangun stasiun stasiun baru yang besar. Pada tahun 1914 stasiun Tambaksari digantikan oleh Stasiun Tawang. Sebelumnya, pada 1908, selesai dibangun pula kantor pusat NIS yang baru, bangunan itu berada di ujung Jalan Bodjong, di Wilhelmina Plein berseberangan dengan kediaman gubernur.

Kantor pusat NIS yang baru itu adalah bangunan besar 2 lantai berbentuk “L” yang dirancang oleh J.F Klinkhamer dan Ouendag dalam gaya Renaissance Revival (Sudrajat,1991). Menurut Sudrajat, pembangunan kantor pusat NIS di Semarang adalah tipikal 2 dasawarsa awal abad 20 ketika diperkenalkan politik etis, ketika itu “… Muncul kebutuhan yang cukup besar untuk mendirikan bangunan bangunan publik dan perumahan, akibat perluasan daerah jajahan, desentralisasi administrasi kolonial dan pertumbuhan usaha swasta”.

Penduduk Semarang memberinya nama “Lawang Sewu” (pintu seribu), mengacu pada pintu-pintunya yang sangat banyak, yang merupakan usaha para arsiteknya untuk membangun gedung kantor modern yang sesuai dengan iklim tropis Semarang. Semua bahan bangunan didatangkan dari Eropa, kecuali batu bata, batu alam, dan kayu jati.

Sesaat setelah kemerdekaan Lawang Sewu digunakan Kantor Perusahaan Kereta Api, kemudian militer mengambil alih gedung ini, tetapi sekarang telah kembali ke tangan PT KAI.

Pada saat yang bersamaan Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) berusaha mengambil alih kereta api, pertempuran pecah antara pemuda dan tentara Jepang, belasan pemuda terbunuh di gedung ini, 5 di antara mereka dimakamkan di halaman (tetapi pada tahun 1975 jenazah mereka dipindah ke Taman Makam Pahlawan). Di depan Lawang Sewu berdiri monumen untuk memperingati mereka yang gugur di Pertempuran Lima Hari.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here