Bekasi, Kilasbekasi.id – Pj Bupati Bekasi Dani Ramdan berjanji akan mengupayakan acara Pesta Rakyat Kramat Batok menjadi agenda budaya tahunan Pemerintah Kabupaten Bekasi sebagai langkah menjaga eksistensi warisan budaya leluhur.
Selain itu, kegiatan Haul Cagar Budaya Kramat Batok juga akan diupayakan masuk ke dalam agenda pemerintah daerah, seperti acara Lebaran Bekasi. Sehingga ke depannya semakin banyak menampilkan ragam kesenian dan budaya di Kabupaten Bekasi.
“Saya akan upayakan untuk masyarakat dan Haul Kubro Kramat Batok ini masuk dalam agenda kebudayaan Pemerintah Kabupaten Bekasi, sehingga nanti ada alokasi anggaran kegiatan pelaksanaannya melalui Disbudpora Kabupaten Bekasi,” ujarnya dikutip dari laman resmi Pemkab Bekasi, Senin (22/7/2024).
Sejarah Makam Kramat Batok
Mengutip laman resmi Pemkab Bekasi, sekitar 387 tahun yang lalu atau sekitar tahun 1.636 Masehi situs Makam Kramat Batok ditemukan di Desa Jayabakti, Kecamatan Cabangbungin, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat.
Marhusen sebagai juru kunci (kuncen) makam sekaligus keturunan keenam menceritakan bahwa yang menemukan makam ini pertama kali bernama Eyang Kiai Gabid bin Kiai Kabid yang merupakan seorang tokoh dari Kerajaaan Sumedang Larang.
Sebagai seorang pendakwah, Kiai Gabid memiliki pesantren untuk tempat masyarakat menimba ilmu pada waktu itu. pesantren ini menarik perhatian warga setempat, bahkan semakin hari, pengikut Kiai Gabid semakin banyak yang ingin belajar agama kepadanya.
Perkumpulan Kiai Gabid bersama muridnya ini menimbulkan kecurigaan pihak penjajah Belanda dan mulai memerangi Kiai Gabid serta murid-muridnya karena khawatir membuat perlawanan yang lebih besar.
Kiai Gabit kemudian ditangkap dan diasingkan ke tengah laut dengan maksud seandainya wafat, tidak ada makam Kiai Gabid dan tidak dapat diketemukan oleh murid-muridnya.
Belanda menyebarkan fitnah adu domba dengan membuat cerita seolah-olah Kiai Gabid menghilang karena menerima diberikan wilayah kekuasaan oleh penjajah dengan tujuan memecah moral rakyat.
Setelah dibuang ke tengah laut, Kiai Gabid tidak wafat. Dia hanya terdampar di laut Bekasi bagian utara dan mulai babad alas di daerah sekitar makam keramat makam Uyut Batok yang sekarang disebut Kramat Batok.
Kenapa disebut Makam Kramat Batok? Marhusen menuturkan, karena di makam lainnya hanya pohon besar, sedangkan di Makan Kramat Batok terang, datarannya rata tidak ditumbuhi rerumputan, dan ada wadah batok (cangkang kelapa) bekas makan dan wadah gelas bumbung untuk minum, maka disebutlah Keramat Batok.
Dari cerita yang banyak beredar dan dipercaya masyarakat, setelah ditemukan makam, Kiai Gabid memiliki kemampuan berkomunikasi dengan makhluk gaib yang ada di sekitar tempat tersebut dan minta izin untuk membuka lahan persawahan, pertanian dan perkampungan.
Lahan pertanian dan perkebunan itu pun tumbuh subur dan hasil panen melimpah. Orang-orang dari luar daerah pun berdatangan dan akhirnya membangun sebuah sebuah perkampungan. Akhirnya, perkampumgan itu dijadikan tempat silaturahmi Kiai Gabid dengan masyarakat pada masa itu.
Masyarakat dan Kiai Gabid menggelar syukuran atau pesta bumi dengan memanggil hiburan dan memotong hewan kerbau sebagai wujud syukur masyarakat. Ada pula pertunjukan seni, seperti wayang, ronggeng, gamelan yang ikut meramaikan acara yang dirayakan selama dua minggu. Tradisi ini pun dilestarikan dan terus dilanjutkan oleh keturunan-keturunannya sampai sekarang.
Makam Kramat Batok Jadi Cagar Budaya
Makam Kramat Batok ini sudah sebagai Situs Cagar Budaya dan sudah diakui Pemerintah. Sebelum menjadi cagar budaya, makam ini sudah ramai diziarahi bukan hanya masyarakat Bekasi, tetapi juga peziarah dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi dan wilayah lainnya.
Menurut Marhusen, ada pelajaran yang bisa diambil oleh generasi muda saat ini dari kisah penemuan makam Kramat Batok. Misalnya dari sisi mengayomi masyarakat yang lemah secara fisik maupun ekonomi.
“Makanya di sini kan diadakan potong kerbau, untuk memberi makan masyarakat yang miskin, santunan anak yatim, selain sebagai bentuk Ibadah, hal ini juga bisa mengikat rasa persatuan antar masyarakat di desa karena saling berbagi,” ungkapnya.