Kilasindo.com, Bekasi – Kasus dugaan penganiayaan yang dialami murid berkebutuhan khusus kelas III SD swasta di wilayah Jakasampurna, Kota Bekasi, akan dicek Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi.
Jika terbukti ada penganiayaan terhadap murid tersebut, Disdik Kota Bekasi akan memberikan sanksi berdasarkan ranahnya di dunia pendidikan.
“Bidang Pendidikan Dasar sudah saya perintahkan untuk cek ke lokasi apakah benar ada kasus dugaan kekerasan itu atau tidak,” kata Sekretaris Disdik Kota Bekasi, Inayatullah, Selasa (12/2/2019).
Dia menyayangkan bila benar hal ini terjadi di dunia pendidikan. Apalagi, yang menjadi korban adalah anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi. Sekolah seperti ini, kata dia, sebetulnya telah siap menghadapi atau melayani anak yang berkategori ABK.
“Saya sangat prihatin bila hal itu terjadi, apalagi di sekolah inklusi,” ucapnya.
Baca juga: Guru di Bekasi Diduga Aniaya Murid Berkebutuhan Khusus
Murid Berkebutuhan Khusus Diduga Dianiaya Wali Kelas
JMH (11 tahun) diduga dianiaya wali kelasnya. Akibatnya, bocah laki-laki ini mengalami luka lebam di bagian kaki kanan dan kirinya.
Orangtua korban, M Sugih (43 tahun) mengatakan, dugaan penganiayaan itu terungkap saat dia curiga dengan tampilan betis sang anak yang berwarna merah dan membiru pada Kamis (7/2/2019) lalu. Awalnya JMH tidak mau bercerita soal luka lebam yang dialaminya.
Namun, saat ditanya berkali-kali dengan nada yang lembut, JMH akhirnya bercerita soal dugaan penganiayaan itu. Kepada orangtuanya, JMH mengaku telah dicubit dan ditendang kakinya oleh wali kelas berinisial HR.
“Saya heran kok ada luka lebam biru dan merah di kakinya. Awalnya saya kira dia berkelahi dengan temannya, tapi saat ditanya, dia jawab karena ditendang dan dicubit oleh wali kelas,” terang Sugih.
Baca juga: Alasan Ustaz Yusuf Mansur Simpatik-Dukung Jokowi
Orangtua Murid Terkejut
Sugih mengaku terkejut mendengar cerita sang anak. Keesokan harinya atau pada Jumat (8/2/2019), dia datang ke sekolah JMH untuk meminta klarifikasi soal dugaan kekerasan tersebut.
Dia ke sana ditemani kerabatnya Edy, anggota Propam Mabes Polri. Namun, upaya mereka sia-sia, karena yang menemuinya guru bernama Ria sebagai perwakilan kepala sekolah.
“Sebetulnya saya mau ketemu langsung juga dengan HR, tapi khawatir emosi saya naik, akhirnya ditahan oleh guru dan kerabat saya,” ujarnya.
Tidak Ada Respons
Kepada Ria, Sugih mempertanyakan kondisi luka yang dialami JMH akibat diduga dianiaya oleh wali kelasnya. Ria kemudian akan meneruskan keluhannya itu ke pimpinan sekolah, termasuk wali kelas JMH.
Sayangnya hingga Sabtu (9/2/2019) atau keesokan harinya, pihak sekolah tidak kunjung memberikan klarifikasinya.
“Padahal saya hanya ingin minta klarifikasi saja soal dugaan kekerasan yang dialami JMH. Saya tidak minta ganti rugi karena ingin menyelesaikan secara kekeluargaan,” imbuhnya.
Sugih awalnya tidak mencurigai warna merah yang terjadi di bagian kaki sang anak. Kecurigaannya muncul pada Kamis lalu, karena warna merah di kakinya itu berubah menjadi warna biru.
“Pas saya pegang kakinya dia merintih kesakitan dan terlihat membengkak sedikit,” ungkap Sugih.
Baca juga: Kepergok, Pencuri Kabel PLN Diamuk Warga di Bekasi
Sugih mengatakan, sebenarnya warna merah yang dialami JMH sudah lama terjadi atau sekitar dua bulan lalu. Namun, dia menduga warna merah itu akibat digigit serangga yang ada di tempat tidur.
“Dulu hanya merah-merah saja dan seprai kasur langsung diganti, karena saya mikir mungkin akibat digigit serangga karena seprai kotor,” tukasnya.
Namun, katanya, warna merah itu justru berubah menjadi biru. Saat ditanyakan, JMH sempat berkelit namun akhirnya mengakui telah dicubit dan ditendang oleh wali muridnya berinisial HR.
“Saya kaget pas tahu dianiaya murid, besoknya atau Jumat (8/2/2019) langsung saya datangi ke sekolah untuk klarifikasi. Namun, sampai Sabtu (9/2/2019) tidak ada tanggapan, akhirnya saya lapor polisi,” tuturnya.
Selesaikan secara Hukum
Dia berharap agar pihak Kepolisian segera mengusut kasus tersebut. Dia juga menginginkan, kasus ini diselesaikan sesuai hukum yang berlaku, karena sebelumnya keinginan dia berdamai dengan pihak sekolah tidak menemui kesepakatan.
“Ya sudah kita selesaikan saja di ranah hukum,” ujarnya.
Baca juga: Alumni IISIP Jakarta Komitmen Dukung Jokowi-Ma’ruf Amin
Sugih mengatakan, JMH telah mengalami autis sejak kelas I SD. “Sebelum di sekolah swasta ini, anak saya pernah sekolah di tempat swasta lain dan sempat tidak naik kelas,” kisahnya.
Terheran dengan kondisi sang anak, Sugih lantas membawanya ke dokter spesialis anak untuk menjalani pemeriksaan medis. Di sana, psikologis dan kemampuan kognitif JMH diobservasi selama dua pekan.
“Setelah diperiksa, rupanya anak saya berkebutuhan khusus atau mengalami autis ringan. Kondisi ini, sang anak tidak bisa mengendalikan emosi dengan baik dan agak sulit berkomunikasi, makanya saya sebut anak ini spesial,” katanya.
Karena itu, lanjut Sugih, atas rekomendasi sekolah yang lama, akhirnya JMH dipindahkan ke sekolah inklusi yang memberikan layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus.
Sayangnya, selama dua tahun mengenyam pendidikan di sana, JMH justru diduga dianiaya oleh guru yang berperan sebagai wali kelasnya.
“Saya sangat menyayangkan kejadian ini, padahal saya pindahkan JMH ke sekolah tersebut karena menerima anak berkebutuhan khusus,” keluhnya.