Beranda Bekasi Raya Mengenal K.H. Ma’mun Nawawi, Ulama Kharismatik Calon Pahlawan Nasional Asal Bekasi

Mengenal K.H. Ma’mun Nawawi, Ulama Kharismatik Calon Pahlawan Nasional Asal Bekasi

Bekasi, Kilasbekasi.id – Pemerimtah Provinsi Jawa Barat mengajukan lima nama calon pahlawan nasional. Salah satu nama yang diusulkan adalah K.H. Ma’mun Nawawi.

K.H. Ma’mun Nawawi adalah ulama besar kharismatik asal Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Ulama yang dikenal dengan Mama Cibogo menjadi tokoh penting dalam pembentukan Laskar Hizbullah di masa perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Biografi K.H. Ma’mun Nawawi

Dikutip dari laman jabar.nu.or.id, sosok ulama besar ini bernama lengkap K.H. Raden Ma’mun Nawawi. Beliau lahir pada Kamis bulan Jumadil Akhir 1330 Hijriah atau pada 1912 masehi dari pasangan K.H. Raden Anwar dan Ny. Hj. Romlah.

Nasabnya tersambung ke Nabi Muhammad SAW dari ayahnya. Ia merupakan keturunan ke-12 dari Sunan Gunung Djati atau ke-11 dari Raja Pertama Kesultanan Banten Maulanan Hasanuddin, dan keturunan ke-24 dari Rasulullah.

Sejak kecil hingga usia delapan tahun, Mama Cibogo digembleng ilmu agama oleh ayahnya. Kemudian, ia mengemyam pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) di masa pemerintahan Hindia Belanda dan menjadi lulusan terbaik.

Mondok Pesantren

Selepas SR, ia tidak langsung meneruskan pendidikan. Ia membantu ayahnya berjualan kitab sekaligus mengajar ilmu agama untuk masyarakat sekitar.

Barulah di usia 15 tahun, ia mondok di Pesantren Plered Purwakarta yang dipimpin K.H. Tubagus Ahmad Bakri As-Sampuri atau Mama Sempur, seorang ulama NU yang berpengaruh di Jawa Barat dan Banten.

Setelah dirasa cukup berguru kepada Mama Sempur, ia melanjutkan menimba ilmu ke Mekkah. Di sana, ia belajar banyak ke para pengarang kitab. Di antaranya Sayyid Alwi Al-Maliki dan Syekh Mukhtar bin Atharid Al-Bughuri Al-Batawi Al-Jawi Al-Makki.

Sepulangnya dari Mekkah, Mama Cibogo berguru ke K.H. Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Keilmuan Mama Cibogo pun diakui oleh K.H. Hasyim Asy’ari.

Dari Tebuireng, ia melanjutkan mondok di Pesantren Jampes dan Lirboyo di Jawa Tengah serta Pesantren Termas di Jawa Timur. Ia juga menekuni ilmu falak ke Jembatan Lima dan dibimbing langsung oleh Guru Mansur.

Kemudian, ia juga belajar ke ulama Betawi lainnya seperti Habib Usman dan Habib Ali Kwitang. Setelah berguru di Jakarta, ia menikahi putri Mama Sempur. Lalu tak lama berselang, ia mendirikan pesantren di Pandeglang.

Tak lama di sana, K.H. Ma’mun Nawawi diminta kembali ke Kampung Cibogo,Cibarusah. Ia mendirikan Pesantren Al-Baqiyatus Sholihat di Cibogo pada 1938 yang kemudian menjadi tempat berlatih Laskar Hizbullah pada Februari 1945.

Setelah didirikan, banyak orang Pandeglang, Banten yang ikut hijrah atau belajar ke Al-Baqiyatus Sholihat. Sehari-hari, Mama Cibogo fokus di pesantren. Banyak pengajian yang tidak hanya diperuntukkan bagi santri-santrinya saja.

Selain sebagai ulama dan pemimpin pesantren, ia juga seorang wirausahawan. Ia banyak menulis, memproduksi, menjual berbagai kitab dan membuat berbagai kebutuhan masyarakat seperti kecap dan jamu. Uang hasil dari usahanya itu, dipakai untuk membiayai pesantren.

Menulis Kitab

Mama Cibogo punya kebiasaan menukil kitab. Sebanyak 63 kitab yang ditulis dengan aksara arab berbahasa Sunda. Beberapa karya adalah Hikayat al-Mutaqaddimin, Kasyf al-Humum wal Ghumum, Majmu’at Da’wat, Risalah Zakat, Syair Qiyamat, dan Risalah Syurb ad-Dukhan.

Sejak perang kemerdekaan berakhir, Mama Cibogo kembali fokus membangun pesantren dan membuka hubungan kembali dengan K.H. Muhammad Thohir Rohili, Habib Ali Kwitang, dan Guru Mansur. Ulama-ulama inilah yang memperbanyak karya Mama Cibogo untuk disebarkan ke masyarakat.

Selanjutnya, ia juga membangun dan memiliki kedekatan dengan para jawara di Tanah Betawi. Salah satunya adalah Abah Ghozali Guntung yang merupakan murid Mama Cibogo dari Banten.  Dari semua pelajaran ilmu agama yang sudah didalami, ilmu falak adalah ciri khasnya.

Pesantren Falak

Pesantren K.H. Ma’mun Nawawi hingga kini dikenal dengan pesantren falak. Bahkan, Pesantren Al-Baqiyyatus Sholihat Cibogo, Cibarusah, dikenal dengan pelopor almanak atau kalender yang kemudian disebarkan di Bogor, Bekasi, Banten, dan Jakarta.

Mama Cibogo wafat di usia 63 tahun, pada 26 Muharram 1395 atau 7 Februari 1975. Jenazahnya disalatkan langsung oleh K.H. Noer Ali Bekasi. Kini, di Bekasi dikenal memiliki dua patok. Di sebelah utara ada K. H. Noer Ali dan selatan ada K.H. Ma’mun Nawawi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here