Bekasi, Kilasbekasi.id – Di masa perjuangan kemerdekaan, nama KH Noer Ali sangat ditakuti Belanda dan Jepang. Sosoknya bahkan dijuluki Singa Karawang Bekasi.
KH Noer Ali yang lahir pada 1904 tidak diragukan lagi wawasan keislamannya. Beliau telah melamglang buana mencari ilmu kepada para ulama besar di Nusantara hingga Makkah.
Mengutip laman Indonesia.go.id, di usia 8 tahun, KH Noer Ali belajar mengaji dan bahasa Arab serta memghafal Al Quran kepada Guru Maksum di Kampung Bulak.
Beranjak dewasa, ulama kharismatik ini memperdalam ilmunya pada Guru Mughni di Ujung Malang. Di situ KH Noer Ali berguru ilmu keislaman tentang tauhid.
Ketika memperdalam pengetahuan keislaman di Guru Mughni, KH Noer Ali adalah santri paling cerdas. Hal itu diakui langsung oleh sang guru.
KH Noer Ali juga sempat mengenyam pendidikan pesantren ke Guru KH Marzuki dan menjadi murid yang cerdas.
Saat di pesantren inilah KH Noer Ali mulai mahir menggunakan senapan sebab hobinya memburu bajing kala waktu senggang.
Pada 1934 KH Noer Ali berangkat ke Makkah. Kepergiannya belajar ilmu agama Islam ke Makkah sempat membuat hati Guru KH Marzuki bimbang.
Namun tekad KH Noer Ali akhirnya mampu meluluhkan hati sang guru. KH Noer Ali berangkat ke Makkah dengan uang pinjaman.
Selama belajar pengetahuan keislaman di Makkah, beliau banyak berguru kepada para Syaikh.
Sesuai nasehat gurunya, KH Marzuki, agar mengutamakan belajar kepada Syaikh Ali Al Maliki.
Bahkan akhirnya KH Noer Ali jadi santri kesayangan Syaikh Ali Al Maliki. Dan begitu juga sebaliknya.
Kemudian KH Noer Ali bersama rekan lainnya dari Indonesia membentuk organisasi Persatuan Pelajar Betawi (PPB) di Makkah.
Tahun 1939 KH Noer Ali pulang ke Indonesia. Lalu tahun 1940, KH Noer Ali mendirikan pondok pesantren.
Kedatangan KH Noer Ali kembali ke Tanah Air merisaukan para tuan tanah dan pemerintah kolonial.
Sebab seluruh warga dengan sukarela memberikan tanahnya untuk pembangunan akses jalan di Ujung Malang, Teluk Pucung dan Pondok Ungu.
Hal yang membuat tuan tanah kehilangan perilaku jahatnya sebab selama ini kerap membeli tanah dengan harga yang merugikan warga.
Tahun 1942, nama KH Noer Ali masuk dalam daftar ulama yang harus bekerja sama dengan penjajah Jepang.
Di tahun yang sama, penjajah Jepang memintanya agar bersedia bekerja sama dengan Jepang melalui rekan sejawat KH Noer Ali asal Thailand saat menjadi santri di Makkah.
KH Noer Ali dengan tegas menolaknya. Ia tak ingin pesantrennya nanti tak terurus dan para santrinya terpecah sebab enggan berkompromi dengan penjajah Jepang.
Pada masa perebutan kemerdekaan, KH Noer Ali mempersiapkan santrinya untuk masuk ke latihan kemiliteran yang dibentuk Jepang.
Ada juga yang disalurkan ke Pasukan Pembela Tanah Air agar ikut berperang di medan tempur.
KH Noer Ali bukan hanya berdiam diri sebagai ulama. Ia adalah ‘singa’ medan perang. Ia memimpin laskar-laskar rakyat untuk bertempur merebut kemerdekaan.
Bahkan KH Noer Ali pernah menjadi Komandan Bataliyon Tentara Hizbullah Bekasi.
Sejarah mencatat, tahun 1947 KH Noer Ali terlibat pada pertempuran sengit di Karawang-Bekasi dengan tentara penjajah Belanda.
KH Noer Ali kala itu memerintahkan warga dan pasukannya untuk membuat bendera merah putih ukuran kecil lalu dipasang di setiap pohon dan tiang.
Tujuannya untuk mempertegas bahwa Indonesia masih ada dan siap mempertahankan kemerdekaannya.