Bekasi, Kilasbekasi.id – Provinsi Jawa Barat menempati urutan pertama nasional kasus Tuberkolosis. Sementara, Kabupaten Bekasi berada di posisi kelima kasus Tuberkolosis (TBC) di Provinsi Jawa Barat. Saat ini angkanya sudah mencapai sekitar 10.000 kasus yang terdeteksi.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Bekasi Alamsyah saat menghadiri Sosialisasi Rencana Aksi Daerah (RAD) Penanggulangan TBC di Kabupaten Bekasi, sekaligus Launching Aplikasi Sistem Informasi Tuberkulosis Desa (Sintesa), di Hotel Swiss Belinn, Jababeka Cikarang, pada Selasa (12/11/2024).
Menurut Alamsyah, selama ini dari kasus Tuberkolosis yang ditemukan, kepala desa atau lurah tidak mengetahui ada warganya penderita TBC. Dengan Aplikasi Sintesa ini diharapkan desa setempat akan ikut mengetahui sekaligus bisa membantu warganya yang terkena TBC.
“Sintesa ini nanti kalau ada pasien di Desa, ketahuan namanya siapa, akan ada notifikasi dari aplikasi itu ke kepala desa atau lurahnya. Nanti kepala desa atau lurah bisa langsung komunikasi dengan kepala Puskesmas. Jadi ada sinkronisasi antara orang kesehatan dengan yang di luar kesehatan. Lebih terintegrasi,” terangnya.
Nantinya, pengguna aplikasi buka hanya untuk warga masyarakat desa di Kabupaten Bekasi saja, tapi juga akan diperluas cakupannya kepada karyawan di perusahaan.
“Karena selama ini kalau ditemukan TBC di perusahaan kan diberhentikan. Nah ketika nanti di perusahaan bisa ditemukan, nanti kan bisa dimitigasi dan lebih cepat sembuh. Karena TBC ini bisa sembuh. Yang tak bisa sembuh itu, tidak diobati, tidak ketahuan,” jelasnya.
Terlebih lagi jika dilihat dari jumlah penduduk Kabupaten Bekasi yang cukup besar, maka kalau dihitung dari 3,2 juta jiwa kan berarti ada 400 kasus per seratus ribu. “Sementara angka yang WHO targetkan di 2030 itu 65 per seratus ribu. Berarti kita tinggi prevalensinya,” ungkap Alamsyah.
Dia pun menjelaskan, tingkat kesembuhan kasus TBC dibagi menjadi dua. Ada pasien yang masih sensitif obat tingkat kesembuhannya masih 100 persen dengan pengobatan 6 bulan atau paling lambat 9 bulan. Sedangkan kasus resisten obat dengan angka kasus saat ini 72 persen yang tengah ditangani saat ini.
“Ini juga akan berpengaruh secara medis dan sosial. Orang dengan TBC ini otomatis tidak bisa bekerja dengan normal karena bisa menularkan terutama pada anak-anak. Secara sosial jika bekerja tapi kualitasnya kurang baik,” pungkasnya.
Angka kasus TBC di kecamatan yang cukup tinggi saat ini, sambung Alamsyah, daerah dengan padat penduduk. Misalnya di kecamatan Cikarang Selatan, Tambun Selatan, dan Babelan.
“Kita mendapat anggaran dari APBN, obat ini kan dari Kementerian Kesehatan. Kemudian kita 1 dari 5 lainnya di Jawa Barat yang anggarannya disupport oleh NGO USAID Tb. Jadi dari WHO ada lembaga Non-Government memberikan pendampingan untuk peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, peningkatan kapasitas kader, kan nanti ada kader TB di Desa. Tahun 2024 ini sudah berjalan,” ucapnya.
Alamsyah mengatakan, Rencana Aksi Daerah (RAD) Penanggulangan TBC yang diluncurkan Pemkab Bekasi merupakan yang pertama di Indonesia pasca diberlakukannya Undang Undang Kesehatan No. 17 tahun 2023. Aplikasi Sintesa merupakan tindak lanjut dari Peraturan Bupati tentang rencana aksi daerah penanggulangan TBC di Kabupaten Bekasi.
Selama ini data atau informasi tentang Tuberkolosis dari Kementerian Kesehatan hanya sampai di Puskesmas atau hanya di kalangan tenaga kesehatan. Aplikasi ini diharapkan mampu mensinergikan antara tenaga kesehatan atau Puskesmas bersama dengan Pemerintah Desa, atau Kelurahan hingga ke tingkat RT/RW.