Jakarta, kilasbekasi.id – Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) bersama beberapa narasumber Kelompok Cipayung plus, yaitu Sekjen DPP GMNI Sujahri Somar, Sekjen PP PMKRI Tri Natalia Urada, Sekjen EN LMND Reza Reinaldi Wael, dan Sekjen PP Hikmahbudhi Bebin Adi Dharma menggelar virtual public discussion bertema: KAMI di Mata Aktivis Gerakan.
Tema tersebut diangkat mengingat akhir-akhir ini isu mengenai Pembentukan KAMI mendapat perhatian khusus oleh sejumlah tokoh, pengamat, dan organisasi masyarakat, khususnya organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan.
Menurut Sekjen GMNI Sujahri Somar, kehadiran Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ditandai pro dan kontra di ruang publik hari ini. “Saat ini terdapat sentimen terhadap para tokoh yang melibatkan dirinya di dalam KAMI tersebut, lantaran hari ini seluruh elemen masyarakat Indonesia sedang menghadapi badai pandemi Covid-19,” katanya.
“Bukannya memberikan sumbangsih kontribusi pemikiran, ide, dan gagasan, tetapi malah justru ada upaya-upaya yang mencoba mengganggu jalannya kerja pemerintahan saat ini. Tentunya gerakan tersebut adalah hak demokrasi setiap warga negara Indonesia. Namun, di lain sisi mestinya para tokoh bangsa yang ikut menjadi deklarator KAMI idealnya memosisikan diri sebagai orang tua yang memberikan kontribusi pemikiran maupun solusi yang konkrit menuju Indonesia maju yang kita cita-citakan bersama,” imbuhnya.
Sekjen PP Hikmahbudi Bebin Adi Dharma juga menyampaikan di dalan diskusi webinar tersebut, sejauh ini belum menemukan urgensi dari pola gerakan KAMI. Selain itu, Bebin juga menyinggung tentang peserta aksi deklarasi KAMI yang tidak menaati protokol kesehatan dan tidak disiplin dalam melaksanakan anjuran pemerintah mengenai Covid-19.
“Sampai saat ini saya belum menemukan urgensi dibentuknya KAMI. Saya menilai kalau gerakan KAMI ini bermuatan politis. Saat deklarasi kemarin juga kita melihat kalau para peserta yang hadir saat deklarasi tidak mengindahkan protokol kesehatan. Saat ini kita mestinya bergotong-royong menyelesaikan masalah yang ditimbulkan dari pandemi Covid-19 ini,” terang Bebin.
Hal senada diungkapkan Sekjen PP PMKRI, Tri Natalia Urada. Dia mengatakan deklarasi KAMI mesti dinilai secara komprehensif. “Gerakan ini adalah bagian dari implikasi barisan-barisan oposisi yang berada di luar pemerintah. Keterlambatan pemerintah dalam menangani Covid-19, ancaman resesi, pembahasan RUU Minerba dan omnibus law, merupakan cikal bakal lahirnya gerakan ini,” paparnya.
Namun, kata dia, mesti diingat bahwa pembentukan KAMI tidak menjawab kebutuhan masyarakat saat ini. “Masyarakat butuh solusi untuk menangani pandemi Covid-19 saat ini serta dampak yang ditimbulkannya, khususnya di bidang ekonomi yang mengakibatkan Indonesia saat ini terancam mengalami resesi,” ungkapnya.
Sementara Sekjen EN LMND Reza Reinaldi Wael yang ikut dalam diskusi webinar tersebut menyampaikan, pemerintah harus dapat menghargai hak masyarakat dalam menyampaikan aspirasi politiknya.
“KAMI ini banyak tokoh-tokoh penting yang kita anggap sebagai orang tua. Oposisi itu sah-sah saja, asalkan bisa berkontribusi dan mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, saya menilai ada upaya perpecahan yang dilakukan dengan menggunakan politik identitas yang digaungkan KAMI. Problem kita adalah kesejahteraan sosial. Kita butuh gerakan gotong-royong untuk keluar dari problem kita hari ini. Bukan dengan memperkeruh suasana pada situasi pandemi seperti ini,” tutur Reza. (Rls)