Jakarta, Kilasbekasi.id – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan surat edaran mengenai Tunjangan Hari Raya atau THR 2023 yang ditujukan kepada para gubernur di seluruh Indonesia.
Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Nomor M/2/HK.04.00/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2023 Bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan.
Pemberian THR keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja atau buruh. THR keagamaan wajib dibayarkan secara penuh dan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.
“THR keagamaan ini harus dibayar penuh, tidak boleh dicicil. Saya minta perusahaan agar taat terhadap ketentuan ini,” kata Menaker pada Konferensi Pers Kebijakan Pembayaran THR Keagamaan Tahun 2023 yang diselenggarakan secara virtual pada Selasa (28/3/2023).
THR Keagamaan diberikan kepada pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih, baik perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), termasuk pekerja atau buruh harian lepas.
Adapun terkait besaran THR pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan THR sebesar satu bulan upah.
Sedangkan bagi pekerja atau buruh dengan masa kerja satu bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional.
Terkait ketentuan mengenai besaran THR, dimungkinkan perusahaan memberikan THR yangn lebih baik dari peraturan perundang-undangan.
Dalam Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 dijelaskan HR yang dibayarkan kepada pekerja atau buruh tersebut sesuai dengan perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), perjanjian kerja bersama (PKB), atau kebiasaan yang berlaku di perusahaan tersebut.
Ia juga mengatakan, terkait upah satu bulan ini, ada kekhususan pengaturan bagi pekerja atau buruh dengan perjanjian kerja harian lepas. Bila pekerja mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, maka upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
Adapun bagi pekerja harian lepas yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan, maka upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja tersebut.
Dalam surat edaran ini juga ada ketentuan perhitungan upah 1 bulan bagi pekerja atau buruh dengan upah satuan hasil. Untuk pekerja atau buruh ini, perhitungan upah 1 bulan didasarkan pada upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
Ia juga menyatakan hal yang penting untuk digarisbawahi terkait dasar perhitungan THR yang menggunakan upah ini.
Menurut Ida, bagi perusahaan industri pada karya tertentu berorientasi ekspor yang melaksanakan penyesuaian waktu kerja dan upah sebagaimana yang diatur dalam Permenaker Nomor 5 Tahun2023.
Maka perusahaan tetap wajib membayar THR Keagamaan. Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan THR adalah nilai upah terakhir sebelum dilakukannya penyesuaian upah tersebut.
“Ini penting untuk digarisbawahi karena THR dan hak-hak lainnya selain upah tidak termasuk bagian yang boleh disesuaikan oleh Permenaker 5/2023 tersebut,” ucapnya.
Menaker Ida meminta kepada para gubernur dan jajarannya untuk mengupayakan agar perusahaan di wilayah provinsi dan kabupaten/kota membayar THR Keagamaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, Ia pun mengimbau perusahaan agar membayar THR Keagamaan lebih awal sebelum jatuh tempo kewajiban pembayaran THR Keagamaan.
Ia juga meminta para gubernur agar membentuk Pos Komando Satuan Tugas (Posko Satgas) Ketenagakerjaan Pelayanan Konsultasi dan Penegakan Hukum Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2023 di masing-masing wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
Posko Satgas tersebut harus terintegrasi melalui website https://poskothr.kemnaker.go.id dan mengawasi pelaksanaan pemberian THR Keagamaan di wilayah masing-masing.