Jakarta, Kilasindo – Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri, Nata Irawan, menyatakan istilah desa fiktif harus dihilangkan dan diganti dengan tidak jalannya kelembagaan desa, karena adanya Perda yang cacat hukum.
“Ada kesalahan dalam penetapan Perda pembentukan dan pendefinitifan desa wilayah Kabupaten Konawe, sehingga kami meminta agar pemerintah Kabupaten Konawe melakukan evaluasi Perda”, kata Nata kepada wartawan terkait munculnya isu desa fiktif, Senin (18/11/2019).
Nata menambahkan, penetapan Perda Nomor 7 Tahun 2011 tentang Perubahan Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pembentukan dan Pendefinitifan Desa – Desa dalam Wilayah Kabupaten Konawe tidak melalui mekanisme dan tahapan di DPRD. Kesalahan prosedur tersebut menyebabkan 56 desa yang tercantum dalam Perda secara yuridis dikatakan cacat hukum dan menyebabkan kelembagaan desa tidak berjalan.
Lebih lanjut, Nata menjelaskan, dari total 56 desa yang tercantum dalam Perda, setelah dilakukan verifikasi dari Tim Kemendagri, 34 desa dinyatakan memenuhi syarat ditetapkan menjadi desa. Sedangkan 18 desa masih perlu pembenahan administrasi serta 4 desa terdapat perbedaan data jumlah penduduk dan luas wilayah sehingga perlu dievaluasi.
Berdasar informasi yang didapatkan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), dana desa telah disalurkan kepada 4 desa tersebut. “Karena diduga bermasalah dan berpotensi menimbulkan kerugian negara maka untuk sementara dana desa dihentikan penyalurannya,” ungkap Nata.
Setelah munculnya kejadian ini, Nata berharap pemerintah daerah lebih berhati-hati lagi dalam menetapkan Peraturan Daerah pembentukan dan pendefinitifan desa.
“Kemendagri akan membuat edaran kepada seluruh Pemerintah Daerah untuk memeriksa kembali keseluruhan adminitrasi desa agar tidak muncul kejadian serupa,” tukas Nata.
Nata mengatakan pihaknya akan menunggu hasil investigasi lebih lanjut dari APIP. “Kita menunggu hasil investigasi lebih lanjut dari APIP. Semoga hasilnya akan ketahuan dalam waktu dekat,” pungkasnya. (Sir)