Beranda Teknologi Pola Mendidik Anak di Era Gadget

Pola Mendidik Anak di Era Gadget

Meriyati, M.Psi, psikolog klinis dari Rumah Sakit Royal Taruma. (Foto: Nurhadi Widayat)

Jakarta, Kilasindo – Orangtua merupakan pendidik utama dan pertama dalam keluarga, terutama bagi anak-anaknya. Itu sebabanya, orangtua memiliki peran strategis dalam mendidik anak-anaknya, terutama pada zaman teknologi canggih seperti sekarang.

Orangtua dikatakan sebagai pendidik utama bagi anak, karena keluarga (ayah dan ibu) adalah lingkungan terdekat dan terakrab dengan anak sejak terlahir ke dunia. Sebagai manusia pertama yang dikenal dan terdekat dengan anak, tentulah peran orangtua penting untuk menumbuhkan rasa aman, nyaman, dan percaya diri pada anak.

“Orangtua-lah yang menjadi dasar bagi anak untuk percaya pada orang dewasa di sekitarnya dan juga pada dirinya sendiri,” kata Meriyati, M.Psi, psikolog klinis dari Rumah Sakit Royal Taruma.

Mengacu pada teori tahapan perkembangan psikososial Eric Erikson, kegagalan mengembangkan rasa percaya menyebabkan bayi mengembangkan kecurigaan dasar (Trust vs Mistrust) . Anak akan merasa takut dan tidak mendapatkan kenyamanan dari lingkungannya. Anak akan cenderung curiga pada orang lain dan tidak percaya pada dirinya sendiri.

Itu sebabnya, menurut Meriyati, orangtua berperan penting dalam mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak. Orangtua tidak boleh memaksakan keinginannya pada anak demi mewujudkan impiannya. Sebab, masing-masing anak punya impian dan potensi bakat sendiri.

“Orangtua sebaiknya memfasilitasi potensi anak sesuai kemampuan yang dimiliki anak. Ciptakan lingkungan kehidupan anak menjadi kondusif dengan mengikuti berbagai kegiatan positif. Jangan membiarkan anak menghabiskan waktunya hanya dengan menonton TV atau bermain gadget. Anak memang jadi anteng dengan menonton TV atau bermain gadget. Namun di balik itu, perkembangan mental sosial emosinya menjadi terhambat dan cenderung bermasalah,” papar Meriyati.

Sejak kecil, kata Meriyati, anak harus dilatih hingga mampu melakukan semua tugasnya sehari-hari. Dengan begitu, suatu saat anak akan menjadi pribadi yang mandiri, punya inisiatif, dan kreatif. “Dengan tugas-tugas yang ia pelajari dapat merangsang inisiatif anak, kemudian mendorong semangat serta menunjukkan penerimaan diri dan keyakinan pada dirinya sendiri. Selain penerimaan dan pujian dari orang terdekat atas hasil pembelajarannya, anak pun belajar mencintai dan menghargai dirinya,” imbuhnya.

Meski demikian, Meriyati menyadari bahwa orangtua kekinian terlalu sibuk bekerja, sehingga nyaris tak punya waktu untuk membingbing anak-anaknya. Minimnya kehadiran orangtua bagi anak ini menjadi tantangan tersediri. Namun, pola asuh yang baik akan dapat membentuk karakter anak yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional dan dan sosial bermasyarakat.

Dasar pendidikan agama, moral, dan sosial bermasyarakat harus dimulai sejak dini, karena akan berpengaruh pada perkembangan watak atau kepribadian dan perilaku anak saat dewasa nanti. Orangtua juga harus membantu anaknya untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. “Kita tidak pernah tahu bakat anak. Oleh karena itu, berikan kesempatan pada anak untuk bermain dan bereksplorasi sesuai dengan apa yang ia sukai,” jelas Meriyati.

Namun, permasalahan lainnya dapat timbul ketika seorang anak sudah bisa menggunakan gadget dan mengakses internet. Untuk itu, orangtua harus bisa mengatur pemakaian gadget pada anak.

Memang agak sulit mengisolasi atau melarang anak agar tidak bermain gadget pada era teknologi canggih seperti sekarang. Alih-alih bermaksud mencegah dampak buruk gadget pada anak. Sebaliknya, larangan tersebut malah dapat membuat anak merasa terkucilkan dari pergaulan.

Oleh sebab itu, anak bukan sama sekali dilarang bermain gadget. Namun, orangtua perlu mengontrol apa saja situs-situs yang boleh diakses oleh anak. Orangtua juga harus memberikan batasan-batasan yang jelas kepada anak tentang hal-hal yang boleh maupun yang dilarang dilakukan saat menggunakan gadget atau perangkat digital.

Luangkan Waktu Berkualitas dengan Anak

Sesingkat apapun kesempatan yang dimiliki untuk berinteraksi dengan anak, orangtua harus manfaatkannya untuk mendengar cerita anak sambil menatap matanya, bukan sambil membaca email atau kesibukan lainnya. Selama bersama anak, orangtua sebaiknya mengesampingkan kesibukan atau pekerjaan lainnya.

“Anak yang tidak didengar saat berbicara akan merasa diabaikan. Seolah-olah mendengar, tapi tidak menyimak atau memahami topik yang disampaikan anak. Pengabaian terus-menerus akan membuat anak merasa tidak berharga, tidak percaya diri, sulit bersosialisasi, dan masalah psikologis lainnya,” ungkap Meriyati.

Selain bermain atau belajar bersama, orangtua juga bisa mengajak anak sama-sama membantu pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring (tentunya yang tidak membahayakan). Kegiatan ini akan membuat anak merasa senang. “Biasanya para orangtua tidak mau dibantu, karena pekerjaan akan menjadi lama. Namun, dengan aktivitas bersama tersebut dapat mempererat ikatan emosional orangtua dan anak. Juga dapat meningkatkan rasa percaya diri anak serta mengembangkan kemandiriannya,” katanya.

Pantau Anak Walau Diasuh oleh Pengasuh

Dengan menjalin hubungan dan komunikasi yang baik dengan pengasuh atau anggota keluarga yang mengasuh anak akan memudahkan orangtua memantau perkembangan anaknya. Orangtua juga dapat membimbing pengasuhnya agar cara mendidiknya seirama dengan cara orangtua. Sehingga, pola asuh yang diberikan pun konsisten. “Sebab, pola asuh yang tidak konsisiten dapat memengaruhi perkembangan mental anak,” ungkap Meriyati.

Jangan Merasa Bersalah karena Bekerja

Biasanya orangtua yang bekerja merasa bersalah, sehingga mereka selalu memberi hadiah, cenderung memanjakan dan mengikuti semua kemauan anak. Sehingga, saat bertemu orangtua, yang ditunggu anak hanya mainan yang dibawa orangtuanya saat pulang kantor. Jika ke pusat belanja seperti mal, anak sering merengek minta dibelikan mainan yang sebernarnya tidak terlalu dibutuhkan. “Jadi, keberadaan orangtua tidak berarti lagi buat anak, karena mereka dikondisikan untuk lebih terikat dengan materi atau gadget,” katanya.

Liburan Keluarga

Selain membuat orangtua keluar dari rutininas, berlibur bersama keluarga dapat membuat ikatan emosional anak dan orangtua makin erat. Anak akan memiliki kenangan indah bersama orangtuanya. “Anak-anak butuh cinta dan kasih sayang dari orangtua, terutama dalam masa-masa pertumbuhan mereka. Hal ini diperlukan anak agar kelak bisa mandiri dan merasa dirinya dicintai,” jelas Meriyati.

Mendidik Anak Disiplin

Orangtua sebaiknya tidak mengajarkan disiplin pada anaknya dengan memberi hukuman. Namun, orangtua harus mengajarkan disiplin dengan cara memberitahu pada anak tentang perilaku yang salah dan yang benar. Melarang anak pun harus lebih dulu dimulai dengan kalimat positif. Menunjukkan apa yang harus dilakukan agar anak-anak lebih siap menerima nasehat. Kunci utamanya adalah komunikasi yang baik. “Penting menciptakan suasana yang akrab, hangat, dan komunikasi dua arah yang baik dengan anak,” katanya.

Menurut Meriyati, kesalahan kecil dalam mendidik anak dapat berakibat fatal pada pola hidup dan kebiasaan anak itu sendiri. Anak cenderung meniru dan mengadopsi cara-cara dan perilaku yang sering terjadi di kehidupannya.

Itu sebabnya, selain membimbing dan mengembangkan potensi bakat anak, orangtua juga perlu memberikan contoh yang baik kepada anak, baik dari segi cara berpikir maupun berperilaku. Sehingga, anak memiliki nilai kebaikan yang dapat ditampilkan dalam berpikir maupun perbuatan sehari-hari. (SIR)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here