Jakarta, Kilasindo – Sosoknya tenang. Tak terlihat kecemasan di raut wajahnya. Padahal, sejak pandemi virus Corona atau COVID-19 merebak, pria bernama Ipda Nuryasin ini sudah berulangkali mengurusi pemulasaraan jenazah yang terindikasi maupun yang positif COVID-19 di wilayah DKI Jakarta.
Ipda Nuryasin adalah satu dari belasan anggota Tim Khusus (Timsus) Pemulasaraan Jenazah COVID-19 yang dibentuk Ditsamapta Polda Metro Jaya (PMJ) di bawah pimpinan Kombes Pol. Mokhamad Ngajib.
Hingga Jumat (1/5/2020), Nuryasin bersama Timsus Ditsamapta PMJ sudah menjalankan proses pemulasaraan 14 jenazah yang terindikasi maupun yang positif COVID-19 di wilayah DKI Jakarta. Ayah empat anak yang akrab disapa Pak Yasin ini terlibat langsung menunaikan fardu kifayah terhadap 14 jenazah tersebut. Mulai dari menayammunkan karena kondisi darurat, mengafani, menyalatkan hingga menguburkan 14 jenazah tersebut di TPU Tegal Alur, Jakarta.
“Saya terjun langsung karena anak-anak (anggota Timsus Pemulasaraan Jenazah Covid-19 Ditsamapta PMJ yang masih berusia relatif muda) masih belajar. Jadi, saya langsung yang menayammunkan, mengafani, menyalatkan dan memakamkan. Khusus pemakaman melibatkan petugas dari Dinas Pemakaman DKI Jakarta,” ungkap Ipda Nuryasin ketika dibincangi di kantor Ditsamapta Polda Metro Jaya, Jumat (1/5/2020).
Tak perduli waktu dan kondisi cuaca. Yasin bersama Timsus Ditsamapta PJM selalu siap begitu ada panggilan dari Puskesmas atau rumah sakit yang meminta bantuan untuk pemulasaraan jenazah korban COVID-19. Dari 14 jenazah yang sudah mereka tangani, ada yang dimakamkan siang hari di bawah terik sinar matahari, ada yang sore menjelang magrib, bahkan ada yang terpaksa dimakamkan tengah malam.
“Orang yang meninggal karena terindikasi atau positif COVID-19 berdasarkan pemeriksaan dokter, harus segera dimakamkan. Kalau meninggalnya malam, ya malam itu juga harus dilakukan pemulasaraan atau pemakaman,” tutur Ipda Nuryasin yang sudah 34 tahun mengabdi sebagai anggota Polri.
Menggotong Jenazah di Gang Sempit
Mengurus pemulasaraan jenazah COVID-19 bukan perkara yang mudah. Selain berisiko tinggi terpapar virus yang kali pertama muncul di Wuhan, Tiongkok ini, lokasi rumah tempat jenazah juga acap berada di gang sempit yang sulit dijangkau.
“Dari 14 jenazah yang kami urus pemulasaraannya, hanya satu jenazah yang berasal dari keluarga yang mampu. Sebanyak 13 jenazah lainnya berasal dari keluarga miskin dan tempat tinggalnya di gang yang sempit. Sehingga, kami sering kesulitan mengurus jenazah, termasuk saat menggotong peti jenazah melewati gang-gang sempit hingga ratusan meter menuju ambulans yang diparkir di jalan raya,” kata Nuryasin mengisahkan.
Bahkan, dia bersama timnya terpaksa meminjam teras rumah tetangga korban untuk dijadikan tempat menyalatkan jenazah. “Bahkan, ada jenazah yang terpaksa digotong di gang sempit karena peti jenazah tidak bisa dibawa melewati gang sempit menuju rumah tempat jenazah berada,” ungkapnya.
Belum lagi penggunaan alat pelindung diri (APD) yang lengkap membuat Nuryasin dan timnya tidak leluasa bergerak. Selain pakaian pelindung membuat tubuh terasa gerah dan mandi keringat, penggunaan masker dalam waktu yang lama juga membuatnya tidak leluasa bernapas. “Tapi, inilah SOP yang harus dijalankan demi keselamatan dan kesehatan kita dalam menjalankan tugas ini,” katanya.
Tugas Kemanusiaan
Lantas, bagaimana awalnya Nuryasin terlibat sebagai anggota Timsus Pemulasaraan Jenazah COVID-19 yang dibentuk Ditsamapta PMJ? Sambil meneteskan airmata, Nuryasin kemudian berkisah. Awalnya, Dirsamapta PMJ Kombes Pol. Mokhamad Ngajib hanya menugaskan Nuryasin sebagai petugas yang menyemprotkan cairan disinfektan.
Namun, dalam perkembangannya, jumlah korban yang meninggal akibat COVID-19 di DKI Jakarta makin bertambah setiap hari. Belum lagi ramai diberitakan adanya penolakan warga terhadap pemakaman jenazah COVID-19. Warga juga mulai enggan menunaikan fardu kifayah terhadap jenazah yang terindikasi maupun yang positif COVID-19.
“Akhirnya, komandan menunjuk saya bersama anggota Timsus Pemulasaraan Ditsamapta PMJ untuk melakukan proses pemulasaraan jenazah COVID-19,” ungkap perwira yang sudah menunaikan ibahadah haji ini.
Sebelumnya, menurut Nuryasin, ada satu kompi personel yang ditunjuk menjalankan tugas kemanusiaan untuk mengurus jenazah COVID-19. Namun, hanya 14 orang yang secara sukarela bersedia bergabung dalam tim ini.
“Saya mencoba meyakinkan rekan-rekan yang 14 orang. Dengan mengucap bismillah, kalau bukan kita yang menjalankan tugas ini, siapa lagi yang akan melakukan fardu kifayah jenazah COVID-19. Alhamdulillah, akhirnya rekan-rekan tergerak hatinya dan ikhlas menjalankan tugas ini,” katanya.
Bukan semata-mata penugasan dari komandan yang melatarbelakangi Nuryasin terlibat dalam Timsus Pemulasaraan Jenazah COVID-19. Dia juga termotivasi berkat pengalamannya sebagai tokoh masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Sejak tahun 1994, sosok polisi bersahaja ini memang dipercaya warga menjadi Ketua RW sekaligus menjadi Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) di lingkungan tempat tinggalnya.
“Kalau ada warga di lingkungan tempat tinggal saya yang meninggal, sudah otomatis menjadi tanggung jawab Ketua DKM untuk mengurus pemulasaraan jenazahnya. Jadi, saya sudah terbiasa mengurus jenazah warga, mulai dari memandikan, mengafani, menyalatkan hingga menguburkan,” paparnya.
Tak Sempat Mengurus Jenazah Orang yang Dicintai
Hal lain yang mendorong Nuryasin merasa ikhlas mengurus pemulasaraan jenazah terkait dengan orang-orang yang dia cintai. Ketika kedua orangtuanya, kakak, nenek, dan yang terakhir adik kandungnya meninggal pada Desember 2017, Nuryasin tidak bisa hadir untuk menunaikan fardu kifayahnya. Kampungnya di Nganjuk, Jawa Timur, yang jauh dari Jakarta membuat Nuryasin tak mampu mengejar waktu untuk menghadiri dan mengurus jenazah keluarga besaranya.
“Saya tidak bisa hadir untuk mengurus jenazah orang-orang yang saya cintai. Karena itu, setiap ada yang meninggal, saya selalu berusaha untuk ikut merawat jenazahnya,” ujarnya.
Namun, mengurus jenazah orang yang meninggal secara normal tentunya berbeda dengan jenazah korban COVID-19. Sebagai manusia biasa, Nuryasin mengaku tetap diliputi rasa takut terpapar virus ketika melakukan pemulasaraan jenazah COVID-19. Namun, rasa takut itu lambat laun dapat dia atasi berkat alat pelindung diri (APD) lengkap yang dia pakai setiap bertugas menunaikan fardu kifayah jenazah COVID-19.
“Semua orang pasti merasa takut terpapar virus COVID-19 ini. Untuk mengurus jenazah COVID-19, kita harus mengikuti SOP yang sudah ditentukan seperti menggunakan APD yang lengkap,” katanya.
Mengatasi Ketakutan Keluarga
Meski demikian, Nuryasin juga harus menghadapi tantangan dari keluarganya sendiri. Sebab, istri dan anak-anaknya juga merasa takut terpapar virus COVID-19. Sebab, bukan mustahil virus ganas ini menempel dalam pakaian Nuryasin saat mengurus jenazah COVID-19 dan membawanya pulang ke rumah.
Itu sebabnya, sebelum masuk ke rumah, istrinya selalu menyemprotkan disinfektan ke sekujur tubuh Nuryasin. Dia juga merendam dan mencuci sendiri pakaiannya tanpa menggunakan mesin cuci.
Selain ikhtiar, Nuryasin juga berusaha meyakinkan istri dan anak-anak. “Bismillah, kita harus ikhlas menerima apapun yang ditakdirkan oleh Allah SWT. Mudah-mudahan kita semua diberikan kesehatan dan keselamatan. Niat itu saja yang saya sampaikan kepada keluarga,” tuturnya. (SIR)